Minggu, 03 Februari 2013

Tujuh Tahun

Selamat malam kamu.
Entah, malam ini terkhayal tentang kamu, yang padahal belum kumengerti bagaimana mengkhayalkanmu. Entah, malam ini terbayang akan kamu, yang padahal belum kupahami bahkan bayanganmu.

Kamu yang sering kubayangkan dan khayalkan, apa kau juga satu pikir denganku saat ini? Penuh tanya akan aku yang juga belum kau tahu siapa aku? Ah, aku saja mungkin yang terlalu tidak sabar melihat rupamu.

Kamu yang belum kutahu kapan kita dipertemukan, berada dimana kamu sekarang? Sudahkah berada di jalan untuk saling menemukan? Kalaupun belum, tak apa, nikmati saja dulu. Kalaupun masih singgah, pun tak apa, toh kita masih punya banyak waktu. Datanglah jika hatimu sudah utuh, karena aku tidak akan pernah izinkan kau berbagi. Dan menetaplah jika hatimu sudah nyaman, karena aku bukan lagi tempat singgahmu nanti.

Kamu yang belum kutahu bagaimana cara Tuhan pertemukan kita, jangan paksa Tuhan untuk cepat beritahu jalan kita. Tuhan bisa saja pertemukan kita dengan jalan yang tak disengaja, tak diduga. Yang kuyakin cara-Nya tak akan pernah salah. Tak apa, bukan, bila sedikit tak terduga jika bukakan jalan terindah?

Kamu yang belum kutau asal-usulmu. Ah, kau pasti orang yang sangat spesial nanti, yang akan merangkap menjadi segalanya untukku. Yang bersedia kubuat jengkel dengan tingkahku setiap harinya. Yang bersedia kubuat gemas dengan suasana hati tak tentuku tiap si bulan datang. Yang bersedia kuganggu lelapnya saat buah hati kita menempati perutku yang nantinya kian membesar. Yang bersedia untuk selalu ada.

Kamu yang belum kutahu bagaimana rupamu, jangan pernah putus asa dalam jalanmu menuju takdir kita. Aku tahu tidak ada jalan hidup yang mudah, tapi bolehkah jadikan aku, masa depanmu, sebagai alasanmu untuk segera bangkit tiap jatuhmu? Ketekunan, kesabaran, fokus, atau motivasimu, tak bisakah aku menjadi bagian dari antara itu? Dapat kujanjikan hari nanti di sisimu lewati setiap naik turunmu. Setiaku mendekap, sediaku mengangkat.

Kamu yang belum kutau namamu, mari benahi diri di sepanjang jalan saling menemukan. Kau persiapkan dirimu, dan aku memantaskan diriku. Bersediakah?

Kamu yang entah siapa kamu. Hal seperti apa yang kau pinta dariku? Aku hanya dapat janjikan hal kecil mungkin, tak apa? Membangunkanmu di setiap pagi dengan senyuman, agar kau mulai harimu pun dengan senyuman. Ibadah subuh berjamaah, sudah pasti kau imamnya. Ah, kau pasti imam terbaikku nanti. Siapkan baju kerjamu, rapikan kemejamu, dan pakaikan dasi untukmu, tak peduli kau bisa atau tidak kerjakan semua itu, aku hanya ingin tangan kecilku berguna untukmu. Menyiapkan asupan pagimu yang akan beri tenaga harimu mencari nafkah, tidak akan kuizinkan kau keluar mencari nafkah jika perutmu kosong. Lalu kulanjutkan dengan mengantar si kecil menuntut ilmu. Ah, dia pasti sangat lucu dengan seragam sekolahnya. Dan jika matahari mulai menantang di atas kepala, akan kuingatkan kau sudahi dulu urusanmu, dan pikirkan badanmu dengan asupan siangmu. Akan kumasakkan untukmu jika kau ada waktu pulang ke rumah sebentar untuk makan denganku dan anak-anak. Dan malam hari nanti saat kau pulang, kupasti siapkan senyum termanisku sambut kau yang pasti lelah bekerja, sudah ada teh hangat untuk kau minum, dan air hangat untuk kau mandi. Sementara kau mandi, aku membacakan dongeng sebentar untuk si kecil agar dia terlelap karena esok pagi dia masih harus pergi sekolah. Dan sisa malam akan kudengarkan keluh dan riangmu ceritakan bagaimana sepanjang harimu berjalan. Kusiapkan dekapku untuk setiap keluhmu, dan senyum bahagiaku untuk setiap riangmu. Dan kita pun menjadi sepasang yang saling selalu ada.

Kamu yang belum kutahu apa kesukaanmu, jika aku meminta sesekali bersenang-senang, bolehkah? Kita dan anak kita menapaki sisi bumi lain untuk nikmati keindahan dan waktu bersama tanpa ganggu. Mengganti penat dengan hangat. Boleh?
Jangan khawatir, akan kusesuaikan dengan kemampuan kita. Tak akan kupinta yang kita tak punya, anggap saja ini janjiku.

Kamu yang saat ini belum datang, mari saling sempurnakan masing-masing yang tidak sempurna nanti. Imanmu, kuandalkan untuk sempurnakan imanku. Wawasanmu, kuandalkan untuk sempurnakan pikiranku. Logikamu, kuandalkan untuk seimbangkan hatiku. Lenganmu, yang kuandalkan menjadi sandaran lelahku. Dekapmu, yang kuandalkan menjadi penenang resahku. Bahumu, yang kuandalkan menjadi tempat merebah manja. Dan senyum dan suaramu yang kuandalkan menjadi penyemangat hariku.

Kamu yang telah Tuhan persiapkan untukku, tak perlu kau tergesa-gesa, aku akan menunggu hari dimana kau datang dan membawa bingkisan berupa bahagia dan senyum termanismu. Namun ketika aku yang tidak akan lelah menunggumu ini sedang berdoa agar kau tidak tersesat, pastikan dirimu agar hatimu yakin akulah tujuan terakhirmu.

Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk kau persiapkan diri, namun bukan pula waktu yang panjang untuk kau mencari.
Sampai jumpa nanti!

Tertanda, Rumahmu.