Sabtu, 31 Agustus 2013

Mimpi dan Pilihan

601808 10151932601457468 823574488 n 300x200 Hidup Bukan Pilihan
“Terkadang hidup akan menjadi lebih mudah jika kita tidak dihadapkan pada banyak pilihan, benar bukan?” 
― Devania AnnesyaUbur-Ubur Kabur

Memilih. Tak ada yang pernah dengan suka cita lakukan ini. Apalagi mengenai sesuatu yang tak pernah ia bayangkan. Ya, di sinilah aku, sedang benci-bencinya pada konsep abstrak yang manusia namai 'pilihan' ini. Juga terselip rasa benci pada diri, kenapa tampak seperti orang tak pernah diajar bersyukur.

Tak enak makan, tak enak tidur, karena merasa diri belum ada ketetapan pilihan, bukan karena tidak ada pilihan. Ya, aku benci ceritakan ini, benci kemukakan aku yang lalu sempat kufur nikmat.
Sungguhlah tujuh hari dalam seminggu bahkan lebih aku begitu tak karuannya.
"Semua pilihan baik, tinggal pilih saja salah satu. Selesai." seseorang pernah katakan. Menurutku tidak sesederhana itu. Entah, menurutku, pilihan ini yang akan menentukan akan bagaimana hidupku setelahnya, bahkan sampai mati. Yang sudah kutata bukan ini. Pilih apapun itu, aku harus menata dari awal, dimana setiap pilihan akan buatku tempuh jalan yang sangat berbeda-beda pula satu sama lainnya. Jadi, tidak tinggal pilih, bukan?
Ketika hati sudah tetap, restu orang tua tak digenggam. Untuk apalah, percuma, bukan? Karena, kuulangi, menurtku, ini bukan pilihan main-main. Soal masa depan, restu orang tua awal berkah Tuhan, dan berkah Tuhan yang tentukan baiknya kehidupanku. Soal ini aku tak berani coba-coba.

Dengan hati yang berusaha ikhlas, pilihanku pilihan orang tuaku, dengan sebuah harap akan keberkahan Tuhan alam semesta yang buatku nanti tersenyum, dan buat mama kini dan nanti tersenyum.

Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, mari bersahabat untuk beberapa tahun perjuangan.
Sampai hari ini, hati mulai ikhlas dan syukur kepada Tuhan, diri rasakan tak salah pijak, merasa temukan habitat. (Akan) Hidup dan berkembang bersama insan berpemikiran hampir sejalan. Feels like I do really belong here. Dan bahkan detik ini, hati mulai cinta. Semoga rasa dan pikiran ini tak berubah. Berkah dan lindungmu selalu Tuhan, kupinta...

"Karena presentasenya 50:50, maka disebut pilihan. Kalau sudah memilih, jangan pernah kembali, buat yang 50 menjadi 100. Buktiin sama diri sendiri kalo pilihan kita nggak salah."
Aku sedang lakukan ini.

"Hidup menawarkan begitu banyak pilihan. Pilih serta jalani yang terbaik, dan jadilah seorang pemenang!" - Anonim
Kata Tuhan, ini yang terbaik. Dan aku sedang di jalanku untuk menjadi pemenang.

Selamat Tinggal mimpi yang kubiar berlalu. Mari menata ulang mimpi dan segala.
Dengan segala yang sudah mulai kutata kembali, kumulai ini dengan nama-Mu, Allah, Mahapengasih Mahapenyayang.
Baktiku untuk Indonesiaku.

Sabtu, 24 Agustus 2013

Great Giver, Indeed

Katanya, Allah itu adil. Entah, soal ini kini aku ragu, bolehkah? Bagaimana tidak, yang kualami sendiri Allah itu baik, terlalu baik, bahkan kelewat baik yang buatku ragu adilkah ini?

Ah, sungguh, yang kurasa sekarang, Tuhan itu layaknya kekasih. Ia senang merindu, tarik yang dirindu, saat yang dirindu datang mendekat, Ia berikan segala yang dipinta bahkan yang tak dipinta. Tuhan kelewat baik...
Atau mungkin, ini tanda marah Tuhan? Benci ketika kuucap rencana akan tapaki kaki ke bagian bumi lain jika memang bukan jalanku tempuh didik di negeri ini? Ke negara impianku belajar jurusan impian mama. Terdengar sangat baik, bukan? Namun, Tuhan tak suka tampaknya. Tak diizinkan sama sekali aku tapaki kaki di sana sekarang ini. Tuhan malah beri pilihan lebih baik, beri banyak pilihan mau tapaki jalur mana 'tuk sampai ke sana, bahkan pilihan yang tak pernah kupinta sekalipun. Tuhan cegah aku. Tuhan kelewat baik...

Satu yang memang dari dulu kuyakin, dan kini terjadi lagi; "Ketika hamba-Nya berpasrah, tangan Tuhan tak pernah gagal dalam kerja-Nya."
Ya, mana pernah sangka? Sudah sepasrah itu aku, sampai-sampai ku terakhir bicara pada Tuhan, "Tuhan, ya sudah lah, aku terserah pada-Mu, aku hanya ingin menjadi satu alasan dibalik senyum mama. Bawa aku ke tempat yang akan selalu buat mama tersenyum."
Dari keluar menangis dari rahim mama, tak pernah terpikir untuk tempuh didik di semua tawaran yang diberi Tuhan ini. Sungguh, jalan Tuhan siapa yang pernah tahu? Dan sungguh pula, benarlah memang, ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Aku rasakan itu, sungguh.

Dari aku yang bahkan tak pernah lirik Bandung pinggiran, lalu aku yang setahun belakang antipati dengan jaket kuning, dan kemudian aku yang tak pernah tertarik dengan Kota Pelajar yang terkenal itu. Dan kini aku, yang bahkan masih merasa malu dan tak cukup pantas. Tuhan, Kau kelewatan...

Dan sekarang di sini aku teriakkan jutaan syukur juga ucapkan ribuan terima kasih untuk 'amin' yang kalian sumbang.
I thank you, reader(s).
I thank You, The Great Giver.

Kamis, 01 Agustus 2013

Nasi Goreng Kartini

"Bang, satu nasi goreng, satu teh manis."
...........
"Mas, istrinya nggak makan?"
".........he? Oh, hahaha enggak, bang, sudah makan."
Wanita di sebelahnya jelas tak bisa menahan tawanya.
"Loh kok istrinya ketawa?"
"Doain aja, Bang"
"Lho, bukan istrinya? Dikirain istrinya."
"Iya, Abang doain, saya aminin. Amien. Nanti kalau nikah, saya pesen nasi goreng Abang."
Lalu ia tersenyum (yang wanitanya tahu) sambil senang dan menahan tawa.
..........
"Nggak usah kembalian, Bang. Abang doain saya aja."
Haha.
Semesta, leluconmu menghibur. Ini baru namanya "perut kenyang, hati senang".
Dan didapat satu amin lagi malam itu.
Haha.
Amien. :)